Layanan Kesehatan dan Perawatan Diri Kusta

Melihat Kusta Lebih Dekat!
Apakah Penyakit Kusta Itu Sangat Berbahaya dan Menakutkan?

ilustrasi oleh : vectorjuice
Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular dan bersifat kronik. Penyakit ini disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat dan terjadi pada kulit dan saraf tepi. Kuman Mycobacterium leprae pertama kali menyerang pada syaraf perifer, yang kemudian mengenai kulit dan mukosa mulut, saluran nafas bagian atas, sistem retikulo endotel penderita, mata, otot, tulang dan testis.

Penyakit kusta sangat ditakuti karena dapat menimbulkan cacat tubuh, tetapi gejalanya tidak selalu kelihatan. Harus diwaspadai apabila mempunyai luka yang tidak kunjung sembuh dan tidak sakit ketika ditekan.

Penyakit kusta ini ternyata sudah ada sejak hampir 2000 tahun sebelum Masehi. Di sejumlah daerah ternyata masih ada masyarakat yang menganggap penyakit ini adalah penyakit kutukan, sehingga mereka dikucilkan.

foto oleh : Alodokter

Kusta (lepra) termasuk tipe penyakit menular menahun yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Pada awal infeksi, bakteri tersebut menyerang saraf tepi, dan selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa mulut, saluran nafas bagian atas, sistem retikuloendotelial, mata, otot, tulang dan juga testis, kecuali susunan saraf pusat. Oleh karenanya, bila tidak tertangani makakusta berisiko menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota gerak, dan mata.

Gejala kusta pada awalnya tidak tampak jelas. Bahkan, pada beberapa kasus gejala kusta baru bisa terlihat setelah bakteri kusta berkembang biak dalam tubuh penderita selama 20–30 tahun. Beberapa gejala kusta yang dapat dirasakan penderitanya, yaitu berupa :

foto oleh : NLR Indonesia
Epidemiologi penyakit kusta yaitu salah satunya kelompok yang berisiko tinggi terkena kusta adalah yang tinggal di daerah endemik dengan kondisi yang buruk seperti tempat tidur yang tidak memadai, air yang tidak bersih, asupan gizi yang buruk, dan adanya penyertaan penyakit lain seperti HIV yang dapat menekan sistem imun. Pria memiliki tingkat terkena kusta dua kali lebih tinggi dari wanita.

Berbicara mengenai kusta seakan tak ada habisnya. Banyak pembahasan serius terkait penyakit yang satu ini, seperti akses penanganan, pengobatan, kesempatan kerja, stigma masyarakat, dsb.

foto oleh : NLR Indonesia
Di Indonesia sendiri menempati peringkat ketiga penderita kusta terbanyak di dunia dengan jumlah kasus 17.723 pada tahun 2007 setelah India (137.685 kasus), dan Brazil (39.125 kasus). Sementara itu, jumlah penyebaran tertinggi terdapat di wilayah Manado, Sulawesi Utara. Dan masih ada beberapa provinsi yang masih memiliki banyak penderita kusta. Diantaranya adalah Sumatra Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat.

Berdasarkan data yang dimiliki Dinas Kesehatan Manado (2010), sedikitnya ditemukan 93 kasus penyakit Kusta dengan penyebaran di sembilan kecamatan. Selama ini, pengobatan kusta di Indonesia yang telah dilakukan disesuaikan dengan rekomendasi WHO (1995).

"Penanganan Kusta di Tengah Pandemi"

Kabupaten Bone sebagai salah satu daerah dengan angka penderita kusta tinggi di Indonesia pada awal pandemi Covid-19 memang sempat menghentikan upaya penanganan. Menurut Komarudin dalam talkshow tersebut pihak sempat tiga bulan menghentikan aktifitas turun ke masyarakat dalam penanganan kusta. Namun setelah itu aktif kembali dengan menerapkan protokol kesehatan seperti menggunakan baju pelindung, menjaga jarak dan menghindari kerumunan.

Komarudin mengatakan jika dibandingkan pada tahun 2019 yang mana ditemukan 195 kasus penderita kusta di Kabupaten Bone, ternyata pada tahun 2020 hanya ditemukan 140 kasus atau turun 28 persen. Setelah ditelusuri hal itu disebabkan dengan kurang teridentifikasinya penderita baru akibat pembatasan kegiatan turun ke masyarakat seperti berkurangnya kunjungan ke Puskesmas akibat pandemi ini.

Program atau cara yang dilakukan oleh kabupaten Bone adalah dengan melibatkan para kader masyarakat. Selain petugas kesehatan puskesmas  yang selalu mengingatkan para pasien kusta untuk mengambil obat secara rutin di puskesmas. Para kader masyarakat yang sudah terlatih, melakukan kunjungan ke rumah-rumah warga untuk melakuakan pemeriksaan kesehatan penyakit kulit. 

foto oleh : Fakultas Kedokteran-Universitas Hasanudin
Dengan mendeteksi penyakit kulit, maka penyakit kusta pun juga dapat terdeteksi. Para kader masyarakat tersebut sebelumnya sudah mendapatkan pelatihan tentang prosedur pemeriksaan penyakit kulit dan pemeriksaan kesehatan lainnya dengan serta pelaksanaan protokol kesehatan yaitu 5 M (mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas).

Namun upaya penanganan terus dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bone dengan melibatkan kader-kader lain seperti bidan dalam melakukan edukasi kepada masyarakat terhadap gejala penyakit kusta yang harus diwaspadai. Meski anggaran berkurang karena pandemi Covid-19 ini, penanganan rutin juga terus berlanjut seperti pemberian obat kepada penderita, pemeriksaan kontak penderita kusta, pemeriksaan terhadap siswa di sekolah dan penyuluhan.

Intinya upaya pencegahan dan pengobatan penyakit kusta terus berjalan di Kabupaten Bone. Selain mengajak masyarakat menerapkan protokol kesehatan demi mencegah penularan Covid-19, juga mengajak masyarakat rutin memeriksakan diri jika menemukan gejala kusta untuk segera mendapatkan penanganan dan pengobatan.

Seperti diketahui sebagian besar pasien kusta yang mengalami kecacatan akibat terlambat mendapatkan pengobatan, sedangkan dengan kecacatan yang dimiliki kesempatan akan sangat rendah untuk memperoleh pekerjaan dan merasa dikucilkan dari masyarakat sehingga malu bertemu dengan banyak orang.

DR. Rohman Budijanto SH, MH, selaku Direktur Eksekutif The Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi-JPIP dalam talkshow tersebut menyatakan dalam merekrut karyawan baru di media yang pernah dipimpinnya, tidak pernah membedakan kaum disabilitas dan normal. Bagi perusahaannya, yang diperlukan adalah kemampuan seseorang tersebut dalam menghendel suatu pekerjaan.

Ia mencontohkan, pihaknya pernah menerima karyawan yang tidak cacat kaki untuk bagian layouter. Ada juga menerima karyawan yang ahli dalam tata bahasa meski tubuhnya sangat mungil.

Terkait apakah ada mantan penderita kusta atau orang yang penderita menderita kusta (OYPMK) bekerja di perusahaannya, DR. Rohman mengatakan belum pernah meski tidak menutup kemungkinan jika memiliki kemampuan yang dibutuhkan perusahaan akan diterima bekerja.

foto oleh : NLR Indonesia
Untuk OPYMK ini menurut Komarudin dan DR. Rohman bisa dibimbing untuk mendapatkan pekerjaan atau usaha yang tidak melakukan interaksi dengan orang banyak, karena kepercayaan diri mereka yang kadang belum muncul.

Usaha itu misalnya memberikan pelatihan keterampilan mengolah barang-barang bekas menjadi produk yang layak jual atau melakukan usaha online. Intinya edukasi dan pendampingan harus diberikan kepada OPYMK yang mengalami disabilitas supaya bisa tetap berperan dalam pembangunan di masyarakat.

Ada beberapa program pencegahan penyakit kusta yang bisa dilakukan di tengah pandemi, yaitu diantaranya adalah :

  1. Melakukan pengobatan dan perawatan secara mandiri.
  2. Skill atau kemampuan petugas kesehatan ditingkatkan.
  3. Melakukan peningkatan peran serta masyarakat. Contohnya memberikan rujukan dan melakukan pembiayaan dari sumber dana desa.
  4. Melakukan pemenuhan kebutuhan jasa logistik.
  5. Pemenuhan jaminan kesehatan bagi OYPMK (Orang yang Pernah Mengalami Kusta) dan disabilitas.

Perlu diketahui juga bahwa sepanjang tahun 2020 telah ditemukan sebanyak 9 ribu kasus kusta, sehingga total kasus penderita kusta di Indonesia tercatat sebanyak 16.704 kasus aktif yang harus mendapat, perhatian, penanganan, dan pengobatan lebih lanjut.

Tujuan pengobatan tersebut adalah untuk menyembuhkan pasien kusta (lepra), mencegah timbulnya cacat, dan memutuskan mata rantai penularan dari pasien. Salah satunya, melalui program Multi Drug Therapy (MDT). MDT merupakan metode pengobatan dengan melibatkan kombinasi obat medikamentosa utama yang terdiri dari Rifampisin, Klofazimin (Lamprene) dan DDS (Dapson/4,4-diamino-difenil-sulfon) yang telah diterapkan sejak tahun 1981.

"Pengobatan Kusta (Multi Drug Therapy/MDT)"

ilustrasi oleh : pch.vector
Banyak stigma-stigma yang mengatakan bahwa penyakit kusta ini tidak dapat disembuhkan, nyata nya seseorang dengan gangguan ini dapat disembuhkan asalkan mendapatkan pengobatan pada waktu yang tepat. 

Metode pengobatan penyakit kusta ialah dengan menggunakan antibiotik. Penderita kusta akan diberikan antibiotik yang harus dikonsumsi sesuai jenis penyakit kusta yang diderita. Kusta tipe kering harus mengkonsumsi obat kurang lebih 6-9 bulan. Sedangkan kusta tipe basah harus mengkonsumsi obat kurang lebih 12-18 bulan.

Obat yang dipakai dalam pengobatan penyakit kusta adalah :

  • DOS (Diamino Diphenil Sulfon I Dapson)

Dapson bersifat baktenostatik atau menghambat pertumbuhan kuman kusta. Dapson mempunyai efek sampingberupa alergi (manifestasi kulit), anemia hemolitik, gangguansaluran pencemaan (mual, muntah, tidak nafsu makan), gangguan persarafan (neuropati perifer, vertigo, sakit kepala, mata kabur).

  • Clofazimin

Clofazimin bersifat baktenostatik dengan efek samping yaitu perubahan wama kulit menjadi ungu sampai kehitaman, gangguan pencemaan berupa mual, muntah, diare dan nyeri lambung.

  • Rifampisin

Rifampisin bersifat baktensid atau membunuh kuman kusta, 99% kuman kusta mati dalam satu kali pemberian. Efek samping yang mungkin terjadi setelah pemberian rifampisin yaitu kerusakan hati, gangguan fungsi hati, air seni wama merah dan munculnya gejala influensa.

  • Vitamin

Sulfas ferros untuk penderita yang anemia berat Vitamin A, untuk penderita dengan kulit bersisik (iktiosis).

Cara tersebut diharapkan dapat mengatasi resistensi Dapson yang semakin meningkat, mengurangi ketidaktaatan pasien, menurunkan angka putus obat, mengefektifkan waktu pengobatan dan mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam jaringan.

Bagaimanapun, tindakan pencegahan (preventif) yang dilakukan merupakan cara yang paling efektif dalam menurunkan angka kejadian penularan penyakit kusta di masyarakat. Pencegahan dapat dilakukan melalui peningkatan kekebalan tubuh sehingga terdapat pertahanan diri saat terinfeksi oleh bakteri Mocrobakterillm Leprae. Pada kasus penyakit kusta, sistem pertahanan tubuh pasien melemah karena adanya proses fagositosis oleh sel granulosit.

Dengan demikian, terjadi peningkatan radikal bebas dalam tubuh pasien yang dikenal dengan istilah Reactive Oxygen Species (ROS). Jumlah ROS yang berlebihan didalam tubuh menyebabkan antioksidan yang tersedia tidak mampu menetralisasi tubuh sehingga dapat memicu kerusakan jaringan tubuh. Oleh karenanya, pencegahan penyakit kusta dapat dilakukan dengan pemberian asupan antioksidan bagi masyarakat demi mempertahankan sistem kekebalan tubuhnya.

Kusta dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu kusta pausibasilar (PB) atau kusta tipe kering, dan kusta multibasilar (MB) atau kusta tipe basah.

  • Kusta pausibasilar (PB), tanda-tandanya meliputi bercak putih seperti panu yang mati rasa, permukaan bercak kering, kasar, dan tidak berkeringat, sera batas (pinggir) bercak terlihat jelas dan sering ada bintil-bintil kecil. Kusta tipe kering tersebut kurang atau tidak menular, tetapi apabila tidak segera diobati akan menyebabkan cacat. Sedangkan,
  • Kusta multibasilar (MB) dapat diketahui dengan beberapa tandanya adalah bercak putih kemerahan yang tersebar satu-satu atau merata diseluruh kulit badan, terjadi penebalan dan pembengkakan pada bercak, pada permukaan bercak sering terdapat rasa bila disentuh dengan kapas, pada permulaan tanda dari tipe kusta basah sering terdapat pada cuping telinga dan muka. Kusta tipe basah dapat menular melalui kontak secara langsung dan lama.

Penyakit kusta yang tidak segera tertangani dapat menyebabkan cacat fisik. Jenis cacat pada penyakit kusta dapat dikelompokkan menjadi cacat primer dan sekunder.

  • Kelompok cacat primer adalah kelompok cacat yang disebabkan langsung oleh aktivitas penyakit, terutama kerusakan akibat respons jaringan terhadap kuman Kusta. Sedangkan,
  • Kelompok cacat sekunder terjadi akibat cacat primer, terutama akibat adanya kerusakan saraf (sensorik, motorik, dan otonom).

Kelumpuhan motorik menyebabkan kontraktur sehingga dapat menimbulkan gangguan mengenggam atau berjalan, juga memudahkan terjadinya luka. Kelumpuhan saraf otonom menyebabkan kulit kering dan elastisitas berkurang. Akibatnya kulit mudah retak-retak dan dapat terjadi infeksi sekunder.

Penyakit Kusta juga termasuk ke dalam 17 Neglected tropical disease (penyakit tropis yang terabaikan) versi WHO. Kemunculan pandemi, semakin membuat penyakit ini jauh dari perhatian.  Sebab, semua atensi dialihkan pada program pemerintah dalam pengendalian dan pencegahan Pandemi. Oleh karenanya, upaya penanggulangan kusta ini sebaiknya mendapatkan pengindahan dari segenap masyarakat.

Dalam upaya mengampanyekan pencegahan penyakit kusta di Indonesia, relawan NLR Indonesia mengakui menghadapi berbagai rintangan apalagi ditengah pandemi Covid-19 di mana perhatian terhadap isu penyakit kusta teralihkan oleh pemerintah pada program penanganan dan pencegahan Covid-19. 

Oleh sebab itu, diharapkan pemerintah dan penyedia akses pelayanan kesehatan tetap memberikan perhatian pada penderita kusta walaupun ditengah pandemi Covid-19 agar dapat mengurangi jumlah penderita kusta dan dapat mewujudkan Indonesia yang bebas dari penyakit kusta

Selain itu, peran masyarakat diharapkan dapat menerima keberadaan penderita kusta dan memberikan semangat untuk dapat sembuh. Sehingga penderita kusta tidak dikucilkan dari masyarakat dan tidak takut ataupun malu untuk pergi berobat.

Seperti program yang telah dicanangkan oleh NLR Indonesia yang disebut sebagai 3 Z (zero transmisi, zero disabilitas, zero eksklusi). Zero transmisi penyakit kusta hanya bisa diberantas jika kita dapat menghentikan tertularnya orang kuman kusta, zero disabilitas ialah NRL Indonesia membantu penemuan kasus kusta sedini mungkin untuk menekan keterlambatan diagnosis yang dapat berakibat disabilitas pada penderita kusta, zero eksklusi yaitu NRL Indonesia mengupayakan inklusivitas dan pengurangan diskriminasi dan stigma terhadap OYPMK dan penyandang disabilitas karena kusta.

ilustrasi oleh : macrovector
Kesembuhan pada pasien kusta adalah harapan kita semua, terus berinovasi dan tetap optimis bahwa Indonesia akan bebas dari kasus kusta.

#SUKA
#NLRxKBR
#LombaNLRxKBR
#IndonesiaBebasKusta
#SuaraUntukIndonesiaBebasKusta

Posting Komentar

0 Komentar