Melihat Kusta Lebih Dekat!
Apakah Penyakit Kusta Itu Sangat Berbahaya dan Menakutkan?
ilustrasi oleh : vectorjuice |
Penyakit kusta sangat ditakuti
karena dapat menimbulkan cacat tubuh, tetapi gejalanya tidak selalu kelihatan.
Harus diwaspadai apabila mempunyai luka yang tidak kunjung sembuh dan tidak
sakit ketika ditekan.
Penyakit kusta ini ternyata sudah ada sejak hampir 2000 tahun sebelum Masehi. Di sejumlah daerah ternyata masih ada masyarakat yang menganggap penyakit ini adalah penyakit kutukan, sehingga mereka dikucilkan.
foto oleh : Alodokter |
Kusta (lepra) termasuk tipe
penyakit menular menahun yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae.
Pada awal infeksi, bakteri tersebut menyerang saraf tepi, dan selanjutnya dapat
menyerang kulit, mukosa mulut, saluran nafas bagian atas, sistem
retikuloendotelial, mata, otot, tulang dan juga testis, kecuali susunan saraf
pusat. Oleh karenanya, bila tidak tertangani makakusta berisiko menyebabkan
kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota gerak, dan mata.
Gejala kusta pada awalnya tidak tampak jelas. Bahkan, pada beberapa kasus gejala kusta baru bisa terlihat setelah bakteri kusta berkembang biak dalam tubuh penderita selama 20–30 tahun. Beberapa gejala kusta yang dapat dirasakan penderitanya, yaitu berupa :
foto oleh : NLR Indonesia |
Berbicara mengenai kusta seakan
tak ada habisnya. Banyak pembahasan serius terkait penyakit yang satu ini,
seperti akses penanganan, pengobatan, kesempatan kerja, stigma masyarakat, dsb.
foto oleh : NLR Indonesia |
Berdasarkan data yang dimiliki
Dinas Kesehatan Manado (2010), sedikitnya ditemukan 93 kasus penyakit Kusta
dengan penyebaran di sembilan kecamatan. Selama ini, pengobatan kusta di
Indonesia yang telah dilakukan disesuaikan dengan rekomendasi WHO (1995).
"Penanganan Kusta di Tengah
Pandemi"
Komarudin mengatakan jika
dibandingkan pada tahun 2019 yang mana ditemukan 195 kasus penderita kusta di
Kabupaten Bone, ternyata pada tahun 2020 hanya ditemukan 140 kasus atau turun
28 persen. Setelah ditelusuri hal itu disebabkan dengan kurang
teridentifikasinya penderita baru akibat pembatasan kegiatan turun ke
masyarakat seperti berkurangnya kunjungan ke Puskesmas akibat pandemi ini.
foto oleh : Fakultas Kedokteran-Universitas Hasanudin |
Intinya upaya pencegahan dan
pengobatan penyakit kusta terus berjalan di Kabupaten Bone. Selain mengajak
masyarakat menerapkan protokol kesehatan demi mencegah penularan Covid-19, juga
mengajak masyarakat rutin memeriksakan diri jika menemukan gejala kusta untuk
segera mendapatkan penanganan dan pengobatan.
Seperti diketahui sebagian besar pasien kusta yang mengalami kecacatan akibat terlambat mendapatkan pengobatan, sedangkan dengan kecacatan yang dimiliki kesempatan akan sangat rendah untuk memperoleh pekerjaan dan merasa dikucilkan dari masyarakat sehingga malu bertemu dengan banyak orang.
DR. Rohman Budijanto SH, MH,
selaku Direktur Eksekutif The Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi-JPIP dalam
talkshow tersebut menyatakan dalam merekrut karyawan baru di media yang pernah
dipimpinnya, tidak pernah membedakan kaum disabilitas dan normal. Bagi
perusahaannya, yang diperlukan adalah kemampuan seseorang tersebut dalam
menghendel suatu pekerjaan.
Ia mencontohkan, pihaknya pernah
menerima karyawan yang tidak cacat kaki untuk bagian layouter. Ada juga
menerima karyawan yang ahli dalam tata bahasa meski tubuhnya sangat mungil.
Terkait apakah ada mantan
penderita kusta atau orang yang penderita menderita kusta (OYPMK) bekerja di
perusahaannya, DR. Rohman mengatakan belum pernah meski tidak menutup
kemungkinan jika memiliki kemampuan yang dibutuhkan perusahaan akan diterima
bekerja.
foto oleh : NLR Indonesia |
Usaha itu misalnya memberikan
pelatihan keterampilan mengolah barang-barang bekas menjadi produk yang layak
jual atau melakukan usaha online. Intinya edukasi dan pendampingan harus
diberikan kepada OPYMK yang mengalami disabilitas supaya bisa tetap berperan
dalam pembangunan di masyarakat.
Ada beberapa program pencegahan
penyakit kusta yang bisa dilakukan di tengah pandemi, yaitu diantaranya adalah
:
- Melakukan pengobatan dan perawatan secara mandiri.
- Skill atau kemampuan petugas kesehatan ditingkatkan.
- Melakukan peningkatan peran serta masyarakat. Contohnya memberikan rujukan dan melakukan pembiayaan dari sumber dana desa.
- Melakukan pemenuhan kebutuhan jasa logistik.
- Pemenuhan jaminan kesehatan bagi OYPMK (Orang yang Pernah Mengalami Kusta) dan disabilitas.
Perlu diketahui juga bahwa
sepanjang tahun 2020 telah ditemukan sebanyak 9 ribu kasus kusta, sehingga
total kasus penderita kusta di Indonesia tercatat sebanyak 16.704 kasus aktif
yang harus mendapat, perhatian, penanganan, dan pengobatan lebih lanjut.
Tujuan pengobatan tersebut adalah
untuk menyembuhkan pasien kusta (lepra), mencegah timbulnya cacat, dan
memutuskan mata rantai penularan dari pasien. Salah satunya, melalui program
Multi Drug Therapy (MDT). MDT merupakan metode pengobatan dengan melibatkan
kombinasi obat medikamentosa utama yang terdiri dari Rifampisin, Klofazimin
(Lamprene) dan DDS (Dapson/4,4-diamino-difenil-sulfon) yang telah diterapkan
sejak tahun 1981.
"Pengobatan Kusta (Multi Drug Therapy/MDT)"
ilustrasi oleh : pch.vector |
- DOS (Diamino Diphenil Sulfon I Dapson)
Dapson bersifat baktenostatik
atau menghambat pertumbuhan kuman kusta. Dapson mempunyai efek sampingberupa
alergi (manifestasi kulit), anemia hemolitik, gangguansaluran pencemaan (mual,
muntah, tidak nafsu makan), gangguan persarafan (neuropati perifer, vertigo,
sakit kepala, mata kabur).
- Clofazimin
Clofazimin bersifat baktenostatik
dengan efek samping yaitu perubahan wama kulit menjadi ungu sampai kehitaman,
gangguan pencemaan berupa mual, muntah, diare dan nyeri lambung.
- Rifampisin
Rifampisin bersifat baktensid
atau membunuh kuman kusta, 99% kuman kusta mati dalam satu kali pemberian.
Efek samping yang mungkin terjadi setelah pemberian rifampisin yaitu kerusakan
hati, gangguan fungsi hati, air seni wama merah dan munculnya gejala influensa.
- Vitamin
Sulfas ferros untuk penderita
yang anemia berat Vitamin A, untuk penderita dengan kulit bersisik (iktiosis).
Cara tersebut diharapkan dapat
mengatasi resistensi Dapson yang semakin meningkat, mengurangi ketidaktaatan
pasien, menurunkan angka putus obat, mengefektifkan waktu pengobatan dan
mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam jaringan.
Bagaimanapun, tindakan pencegahan
(preventif) yang dilakukan merupakan cara yang paling efektif dalam menurunkan
angka kejadian penularan penyakit kusta di masyarakat. Pencegahan dapat
dilakukan melalui peningkatan kekebalan tubuh sehingga terdapat pertahanan diri
saat terinfeksi oleh bakteri Mocrobakterillm Leprae. Pada kasus penyakit kusta,
sistem pertahanan tubuh pasien melemah karena adanya proses fagositosis oleh
sel granulosit.
Dengan demikian, terjadi
peningkatan radikal bebas dalam tubuh pasien yang dikenal dengan istilah
Reactive Oxygen Species (ROS). Jumlah ROS yang berlebihan didalam tubuh
menyebabkan antioksidan yang tersedia tidak mampu menetralisasi tubuh sehingga
dapat memicu kerusakan jaringan tubuh. Oleh karenanya, pencegahan penyakit
kusta dapat dilakukan dengan pemberian asupan antioksidan bagi masyarakat demi
mempertahankan sistem kekebalan tubuhnya.
Kusta dapat diklasifikasikan menjadi
dua, yaitu kusta pausibasilar (PB) atau kusta tipe kering, dan kusta
multibasilar (MB) atau kusta tipe basah.
- Kusta pausibasilar (PB), tanda-tandanya meliputi bercak putih seperti panu yang mati rasa, permukaan bercak kering, kasar, dan tidak berkeringat, sera batas (pinggir) bercak terlihat jelas dan sering ada bintil-bintil kecil. Kusta tipe kering tersebut kurang atau tidak menular, tetapi apabila tidak segera diobati akan menyebabkan cacat. Sedangkan,
- Kusta multibasilar (MB) dapat diketahui dengan beberapa tandanya adalah bercak putih kemerahan yang tersebar satu-satu atau merata diseluruh kulit badan, terjadi penebalan dan pembengkakan pada bercak, pada permukaan bercak sering terdapat rasa bila disentuh dengan kapas, pada permulaan tanda dari tipe kusta basah sering terdapat pada cuping telinga dan muka. Kusta tipe basah dapat menular melalui kontak secara langsung dan lama.
Penyakit kusta yang tidak segera
tertangani dapat menyebabkan cacat fisik. Jenis cacat pada penyakit kusta dapat
dikelompokkan menjadi cacat primer dan sekunder.
- Kelompok cacat primer adalah kelompok cacat yang disebabkan langsung oleh aktivitas penyakit, terutama kerusakan akibat respons jaringan terhadap kuman Kusta. Sedangkan,
- Kelompok cacat sekunder terjadi akibat cacat primer, terutama akibat adanya kerusakan saraf (sensorik, motorik, dan otonom).
Kelumpuhan motorik menyebabkan kontraktur sehingga dapat menimbulkan gangguan mengenggam atau berjalan, juga memudahkan terjadinya luka. Kelumpuhan saraf otonom menyebabkan kulit kering dan elastisitas berkurang. Akibatnya kulit mudah retak-retak dan dapat terjadi infeksi sekunder.
Penyakit Kusta juga termasuk ke dalam 17 Neglected tropical disease (penyakit tropis yang terabaikan) versi WHO. Kemunculan pandemi, semakin membuat penyakit ini jauh dari perhatian. Sebab, semua atensi dialihkan pada program pemerintah dalam pengendalian dan pencegahan Pandemi. Oleh karenanya, upaya penanggulangan kusta ini sebaiknya mendapatkan pengindahan dari segenap masyarakat.
Dalam upaya mengampanyekan pencegahan penyakit kusta di Indonesia, relawan NLR Indonesia mengakui menghadapi berbagai rintangan apalagi ditengah pandemi Covid-19 di mana perhatian terhadap isu penyakit kusta teralihkan oleh pemerintah pada program penanganan dan pencegahan Covid-19.
Oleh sebab itu, diharapkan pemerintah dan penyedia akses pelayanan kesehatan tetap memberikan perhatian pada penderita kusta walaupun ditengah pandemi Covid-19 agar dapat mengurangi jumlah penderita kusta dan dapat mewujudkan Indonesia yang bebas dari penyakit kusta.
Selain itu, peran masyarakat diharapkan dapat menerima keberadaan penderita kusta dan memberikan semangat untuk dapat sembuh. Sehingga penderita kusta tidak dikucilkan dari masyarakat dan tidak takut ataupun malu untuk pergi berobat.
Seperti program yang telah dicanangkan oleh NLR Indonesia yang disebut sebagai 3 Z (zero transmisi, zero disabilitas, zero eksklusi). Zero transmisi penyakit kusta hanya bisa diberantas jika kita dapat menghentikan tertularnya orang kuman kusta, zero disabilitas ialah NRL Indonesia membantu penemuan kasus kusta sedini mungkin untuk menekan keterlambatan diagnosis yang dapat berakibat disabilitas pada penderita kusta, zero eksklusi yaitu NRL Indonesia mengupayakan inklusivitas dan pengurangan diskriminasi dan stigma terhadap OYPMK dan penyandang disabilitas karena kusta.
ilustrasi oleh : macrovector |
0 Komentar